Jakarta -
Properti bisa menjadi pilihan bagi masyarakat yang ingin aman dalan
berinvestasi. Nilai properti cenderung tak terpengaruh oleh gejolak
ekonomi, melemahnya nilai rupiah misalnya."Permintaan untuk properti, terutama rumah cenderung stabil, tidak
ada perubahan berarti dalam enam bulan terakhir. Untuk Pancanaka Group,
tahun ini tumbuh 40 persen, sedangkan tahun lalu tumbuh 45-50 persen,"
ujar Dany Durani, Marketing Manager PT Spekta Properti Indonesia di JCC
Senayan, Minggu (25/8).Bagi Dany, investasi di properti tingkat resikonya 0 persen alias
sama sekali tak beresiko. Pertimbangannya adalah nilai properti yang
terus meningkat dan biaya pemeliharaan yang sangat kecil.
"Saya contohin ya. Ini yang tipe 58 tahun lalu harganya Rp300 juta,
sekarang ini sudah naik jadi Rp450 juta. Soal pemeliharaan, palingan
sebulan keluar uang Rp300.000 untuk keamanan dan kebersihan. Kalaupun
ada musibah, rumahnya sudah diasuransikan."
Pancanaka Group sendiri menghadapi persaingan dengan memilih competitive advantage di sisi lokasi. Dany menuturkan, perusahaannya selalu memilih lokasi yang strategis yaitu dekat dengan pusat kota dan dilalui transportasi umum.
Pancanaka Group sendiri menghadapi persaingan dengan memilih competitive advantage di sisi lokasi. Dany menuturkan, perusahaannya selalu memilih lokasi yang strategis yaitu dekat dengan pusat kota dan dilalui transportasi umum.
Penulis: Shesar Andriawan/FER
Jakarta -
Pengetatan aturan rasio pinjaman terhadap aset (loan to value/LTV) yang
akan dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) tidak mengendurkan proyek
yang digarap para pengembang properti. Hal tersebut dikarenakan
mayoritas pembelian properti untuk ditempati oleh konsumen, bukan untuk
investasi.
Pandangan tersebut disampaikan sejumlah praktisi properti yang diminta pendapat secara terpisah di Jakarta, belum lama ini. Mereka adalah Managing Diractor Urban Development PT Modernland Realty Tbk Andy K Natanael, Direktur Utama PT Megapolitan Development Tbk Lora Melani Lowas.
Perusahaan properti menyetujui rencana BI memberlakukan LTV progresif pada sektor properti, per 1 September 2013. Kebijakan tersebut untuk memberantas para spekulan properti di Indonesia. Dalam ketentuan baru tersebut, BI memberlakukan uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) sebesar 60% bagi pembelian rumah kedua, dan 50% bagi rumah ketiga.
Menurut Andy, kebijakan BI mengetatkan LTV bagi kredit pemilikan rumah (KPR) ataupun kredit pemilikan apartemen (KPA), tidak mempengaruhi penjualan properti yang sedang dikembangkan oleh Modernland.
"Rata-rata pembeli residensial kami adalah first buyers sehingga tidak berpengaruh dengan kebijakan LTV," kata dia.
Dia meyakini, pasar properti Indonesia cukup besar dan tidak akan terjadi bubble seperti yang diisukan selama ini. Di samping itu, permintaan hunian di Indonesia masih tinggi.
"Jadi saya tidak yakin ada bubble, meski ada aturan dari BI," ujar dia.
Pengetatan LTV tidak mengganggu proyek properti Modernland. Andy mengatakan, perusahaannya pada semester kedua 2013 fokus pada penyelesaian sisa landbank, seperti di Kota Tangerang dan Modernhil di Pondok Cabe, Tangerang Selatan.
Dalam proyek hunian itu, perusahaan menawarkan rumah dengan harga mulai Rp1,5 miliar. Untuk produk komersial, perusahaan juga akan diluncurkan ruko.
"Kebutuhan ruko masih sangat tinggi di kedua kawasan tersebut," jelas dia.
Lora Melani berpandangan senada. Menurut dia, kebijakan BI tidak mempengaruhi keinginan konsumen dan investor untuk membeli properti. Sebab, properti di Jakarta mayoritas untuk di tempati dan sedikit untuk investasi.
"Kebutuhan rumah ini sangat besar ya. Kalau BI mengeluarkan kebijakan LTV sah-sah saja, tetapi bisnis properti terus berjalan," kata dia.
Kendati demikian, Lora mengakui kebijakan tersebut berdampak pada harga jual. Hanya saja, kenaikkan harga bukan semata karena faktor LTV, tetapi dipicu kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif tenaga listrik (TTL).
"Banyak faktor kalau kenaikkan harga properti, selain kebutuhannya masih tinggi, juga memang properti sangat diminati," kata dia.
Megapolitan, lanjut Lora, terus mengembangkan sejumlah proyek di Cinere,Sentul, dan Karawaci.
"Tidak ada masalah, minat investor dan masyarakat untuk membeli properti masih tetap tinggi, ujar dia.
Pandangan tersebut disampaikan sejumlah praktisi properti yang diminta pendapat secara terpisah di Jakarta, belum lama ini. Mereka adalah Managing Diractor Urban Development PT Modernland Realty Tbk Andy K Natanael, Direktur Utama PT Megapolitan Development Tbk Lora Melani Lowas.
Perusahaan properti menyetujui rencana BI memberlakukan LTV progresif pada sektor properti, per 1 September 2013. Kebijakan tersebut untuk memberantas para spekulan properti di Indonesia. Dalam ketentuan baru tersebut, BI memberlakukan uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) sebesar 60% bagi pembelian rumah kedua, dan 50% bagi rumah ketiga.
Menurut Andy, kebijakan BI mengetatkan LTV bagi kredit pemilikan rumah (KPR) ataupun kredit pemilikan apartemen (KPA), tidak mempengaruhi penjualan properti yang sedang dikembangkan oleh Modernland.
"Rata-rata pembeli residensial kami adalah first buyers sehingga tidak berpengaruh dengan kebijakan LTV," kata dia.
Dia meyakini, pasar properti Indonesia cukup besar dan tidak akan terjadi bubble seperti yang diisukan selama ini. Di samping itu, permintaan hunian di Indonesia masih tinggi.
"Jadi saya tidak yakin ada bubble, meski ada aturan dari BI," ujar dia.
Pengetatan LTV tidak mengganggu proyek properti Modernland. Andy mengatakan, perusahaannya pada semester kedua 2013 fokus pada penyelesaian sisa landbank, seperti di Kota Tangerang dan Modernhil di Pondok Cabe, Tangerang Selatan.
Dalam proyek hunian itu, perusahaan menawarkan rumah dengan harga mulai Rp1,5 miliar. Untuk produk komersial, perusahaan juga akan diluncurkan ruko.
"Kebutuhan ruko masih sangat tinggi di kedua kawasan tersebut," jelas dia.
Lora Melani berpandangan senada. Menurut dia, kebijakan BI tidak mempengaruhi keinginan konsumen dan investor untuk membeli properti. Sebab, properti di Jakarta mayoritas untuk di tempati dan sedikit untuk investasi.
"Kebutuhan rumah ini sangat besar ya. Kalau BI mengeluarkan kebijakan LTV sah-sah saja, tetapi bisnis properti terus berjalan," kata dia.
Kendati demikian, Lora mengakui kebijakan tersebut berdampak pada harga jual. Hanya saja, kenaikkan harga bukan semata karena faktor LTV, tetapi dipicu kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif tenaga listrik (TTL).
"Banyak faktor kalau kenaikkan harga properti, selain kebutuhannya masih tinggi, juga memang properti sangat diminati," kata dia.
Megapolitan, lanjut Lora, terus mengembangkan sejumlah proyek di Cinere,Sentul, dan Karawaci.
"Tidak ada masalah, minat investor dan masyarakat untuk membeli properti masih tetap tinggi, ujar dia.
Penulis: IMM/FER
Sumber:Investor Daily